Sebuah Cerita Tentang Cita-cita

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

sadarlah kawaan..

cuma mau curhat...
tentang seorang teman (tapi entah apakah masih pantas dianggap "teman"..)
maaf sebelumnya,
tapi mungkin cerita ini bakal dalem...
berawal dari 2 tahun lalu...
dengan niat membantu seorang teman yang pengen beli HP,
karena waktu itu q masih ada duit lebih, akhirnya q talangin dulu duit buat beli HP merek Nokia yang lagi di gandrungi anak muda kala itu... (N-Gage Classic)
temanku itu janji bakal ganti duitku,
Hp q kasihin, dan akhirnya sampe sekarang baru dibalikin beberapa ratus ribu...

kasus yang kedua juga karena HP lagi, dan juga dari orang yang sama...
tepatnya 1,5 tahun yang lalu, waktu itu q baru dikasih HP ma om ku...
jadi waktu itu q pegang Hp 2, dan temenku itu juga punya HP yang notabennya lebih bagus dari HPku...
trus dia cerita, kalo dia lagi butuh duit buat bayar uang sekolah adiknya, karena q ga bisa bantu dengan uang akhirnya q pinjamkan HP baruku...
dia c cerita klo Hpnya mau di gadai in, jadi buat sementara dia mau pake HPku dulu...
waktu itu dia emang sempet kerja di sebuah lembaga keuangan...
dia berdalih kalo waktu itu dia butuh HP buat hubungan ma klien nya...
akhirnya q kasihin juga HP ku...
tapi ternyata, berita yang q denger malah HP ku yang di gadai in (Holy shit...!!!)
q sempet naik pitam waktu itu, coz HP itu Hp dikasih ma om ku, ga enak banget kalo nanti om tanya gini: bik mana Hp yang dulu om kasih???
apa harus q jawab : digadaiin ma temenku om, trus malah dijual ma dia,,,,

tapi karena q masih nganggep dia temen, dan dia janji bakal nebus HP itu( Hpnya di gadai in ke kakaknya)
akhirnya bebrapa bulan kemudian q denger kalo dia dipecat dari tempat kerjanya, dan yang lebih bikin hati ini nyesek q denger kalo akhirnya Hp ku malah dijual!!! (WTF!!!!)

anjriit...
q diboongin 2x...

dan sampe sekarang udah jalan hampir 2 tahun...
dia cuma ngobral janji2 bakal balikin duitku,,,

hey boy,,
klo lu kliat ni tulisan, toloonglah ya.,,,
klo masih nganggep q temen, balikin semua duitku...
minimal tepatin lah janjimu...
disaat kamu butuh bantuan, q selalu kasih tolong...
tapi disaat q butuh bantuanmu, kamu malah seneng2 ma temen2 barumu...
sakit banget rasanya boy...
bukan cuma kamu aja yang punya hutang...
q juga punya hutang yang jumlahnya lebiih besar daripada utangmu ke q,,,
q juga ngrasain gimna ditagih,,,
gimna disindir,,,
sakiit boy...

kamu bilang tengah bulan ini bakal balikin, tapi apa??
kamu malah enak2an pacaran, jalan2 ke jogja...
ga inget pa ma janjimu???
janji adalah hutang boy...
ada perhitungannya di akhirat....
dengan tulisan ini q cuma minta kamu sadar...

tolong hargai teman.,..
[ Read More ]

Negara dan Kepemimpinan dalam Islam


Oleh: KH. Abdurrahman Wahid

Sebenarnya terdapat hubungan
sangat erat antara kepemimpinan
dan konsepnegara dalam pandangan Islam.
Penulis pernah mengemukakan
sumber tertulis(dalil naqli)
bagi sebuah pandangan Islam.
Adagium itu adalah
"Tiada agama tanpa kelompok/masyarakat,
tiada masyarakat tanpa kepemimpinan dan
tiada kepemimpinan tanpa sang pemimpin"
(La dina Illa bi jama'atin wa la jama'ata illa bi imamatin wa la imamata illa bi imamin).


Di sini tampak jelas, arti seorang pemimpin bagi Islam,
ia adalah pejabat yang bertanggungjawab tentang
penegakan perintah-perintah Islam dan pencegah
larangan-larangan-Nya (Amar Ma'ruf Nahi Munkar).
Karenanya, pemimpin dilengkapi dengan kekuasaan efektif,
yang jelas kekuasaan efektif inilah
yang oleh Munas Ulama tahun 1957 di Medan dinyatakan sebagai "wewenang
kekuasaan efektif" (Sa'ukah).


Karena itulah, Munas tersebut mengatakan bahwa
Presiden Republik Indonesia adalah
"penguasa pemerintahan untuk sementara, dengan kekuasaan efektif"
(Waliyyu Al-amri ad-dharuri bi al-Sa'ukah).
Maksud dari kata "untuk sementara"
karena ia adalah pengganti Imam yang
dalam hal ini Kepala Pemerintahan.
Namun wewenang yang dimilikinya sebagai pengganti Imam
tidak berdasarkan sumber tertulis (dalil Naqli),
melainkan karena pertimbangan rasional (dalil Aqli),
yang tidak mengurangi keabsahan kekuasaan itu sendiri.
Kemudian kata "sementara", artinya sebelum datangnya hari kiamat.
Keputusan Munas di atas, dinyatakan berlaku bagi
semua Presiden Republik Indonesia;
namun oleh mereka yang "dibius" oleh konsep Negara Islam,
dinyatakan hanya berlaku untuk Kepresidenan Bung Karno saja.


Dengan demikian, sebuah bukan negara Islam
dianggap tidak memiliki ajaran tentang
konsep kepemimpinan yang Islami. Karena itu diandaikan,
konsep bukan negara Islam seolah-olah
tidak memiliki konsep Islam tentang kepemimpinan,
dan dengan demikian konsep itu
tidak memiliki keabsahan dalam pandangan Islam.


Ternyata setelah berjalan puluhan tahun lamanya,
kini kita mengetahui kenyataan sebenarnya,
yaitu bahwa kelangkaan konsep Islam tentang negara,
tidak berarti agama tersebut tidak memiliki
pandangan tentang kepemimpinan.
Pandangan ini melihat kepemimpinan menurut Islam
berlaku untuk kepemimpinan negara (kepemimpinan formal)
maupun kepemimpinan dalam masyarakat(kepemimpinan non-formal).
Dalam tulisan ini akan ditinjau orientasi minimalnya,
karena hal-hal lain diserahkan kepada kita untuk merumuskannya.


Dalam pandangan Islam: "orientasi seorang pemimpin
terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpin".
Ini berarti, Islam tidak membeda-bedakan kepemimpinan negara dan
kepemimpinan masyarakat, juga mengenai bentuk dan batas waktunya.
Serta tidak memikirkan format kenegaraan atau
kemasyarakatan yang melatarbelakangi kepemimpinan itu,
apakah itu imperium dunia, republik negara bangsa atau negara kota.
Maka dari itu,sia-sia juga jika kita kaitkan langsung
kepemimpinan di "negara Islam" yang ada dengan proses demokratisasi.
Karenanya, kita lihat sekarang ini kepemimpinan dalam "negara Islam"
ada yang bersifat otoriter atau demokratis,
dengan sistem pemerintahan Raja atau Amir,
kepemimpinan ulama maupun kepemimpinan
para sesepuh masyarakat (community leaders).
Selama kepemimpinan itu mendatangkan
kesejahteraan langsung pada masyarakat,
selama itu pula kepemimpinan yang ada memiliki
legitimasi dalam pandangan umat Islam.


Namun di sinilah kita sering terjebak,
yaitu dalam anggapan kesejahteraan di atas
hanya menyangkut kenyataan-kenyataan lahiriah
dan angka statistik belaka, seperti kepemilikan benda,
usia hidup rata-rata dan sebagainya.
Sering dilupakan, masalah kesejahteraan
juga menyangkut kemerdekaan berbicara dan berpendapat,
kedaulatan hukum dan persamaan perlakuan bagi
semua warga negara di hadapan undang-undang.
Hal-hal itu nantinya akan menyangkut kebebasan berorganisasi,
kebebasan rakyat dalam menentukan bentuk negara
yang mereka inginkan dan beberapa aspek
kehidupan agar tercipta rasa keadilan.


Proses peralihan (transisi) kepemimpinan dunia,
negara dan masyarakat seperti kita lihat dewasa ini,
masih menimbulkan keresahan.
Keresahan ini seperti yang menghinggapi negara
dengan mayoritas warganya yang beragama Islam,
akibat dari gagalnya upaya-upaya terorisme
yang terjadi di mana-mana dengan mengatasnamakan Islam.
Sebenarnya, para pakar masyarakat Muslim di seluruh dunia,
harus mensosialisasikan pengenalan dan
identifikasi sebab-sebab utama munculnya terorisme itu.
Dan bukannya diselesaikan dengan penyerangan dan
pengeboman seperti yang terjadi di Afghanistan dan
mungkin sebentar lagi atas Irak.
Pengeboman itu sendiri secara tidak jujur
dikemukakan Presiden Amerika Serikat Geogre W Bush Jr
sebagai upaya menurunkan diktator Saddam Hussein
dari jabatan kepresidenan di Irak.
Padahal, pertimbangan-pertimbangan geopolitik internasional
yang membuat Amerika mengambil tindakan terhadap Irak,
yaitu, karena Saudi Arabia telah "menyimpang"
dari politik Luar Negeri Amerika Serikat,
padahal ia adalah penghasil minyak bumi (BBM)
nomor satu di dunia, maka harus dicarikan kekuatan
pengimbang terhadapnya.

Pilihan itu jatuh kepada Irak,
karena ia adalah penghasil minyak bumi kedua terbesar saat ini.
Karena Irak di bawah kepresidenan Saddam tidak akan mungkin
mengikuti politik luar negeri AS maka ia harus diganti secepatnya.
Kalau Saddam dianggap sebagai 'kekuatan jahat' (Evil Force),
mengapakah hal itu tidak dikenakan atas para
pemimpin Saudi Arabia? Negara yang tiap tahun menghukum mati
sekitar dua ribu orang yang dianggap 'kaum oposan'?
Standar moral ganda (double morality) seperti inilah
yang digunakan para pemimpin seperti Bush saat ini,
yang membuat istilah 'politik' berpengertian sangat buruk.
Politik yang oleh mendiang Presiden AS John F Kennedy
sebagai 'karya termulya', karena menyangkut
kesejahteraan (lahir dan batin) rakyat.


Kembali pada kepemimpinan Islam, dalam Islam
kepemimpinan haruslah berorientasi kepada pencapaian
kesejahteraan orang banyak.
Sebuah adagium terkenal dari hukum Islam adalah '
kebijakan dan tindakan seorang pemimpin haruslah
terkait langsung kepada kesejahteraan rakyat yang dipimpin'
(Tasharruf Al-Imam Manuthun bi Al-mashlahahAl-Mashlahah Al-'Ammah
(secara harafiyah, dalam bahasa Indonesia berarti: kepentingan umum).


Karena itu, Islam tidak mempunyai konsep yang pasti (baku)
tentang kepemimpinan dan bagaimana sang pemimpin ditetapkan.
Kepemimpinan sebuah organisasi Islam,
ada yang ditetapkan melalui pemilihan dalam kongres atau muktamar,
tetapi masih tampak betapa kuatnya factor keturunan dalam hal ini,
seperti dialami penulis sendiri.
Baiknya sistem ini, jika orang dengan garis keturunan
yang mewarisi kepemimpinan, harus membentuk
kehidupannya sesuai dengan konsep kemaslahatan umat.
Buruknya, jika pemimpin berdasarkan garis keturunan terpilih,
padahal pemimpin itu justru tidak memahami tugas dan kewajibannya,
melainkan hanya asyik dengan kekuasaan dan kemudahan-kemudahan
yang diperolehnya, maka akan menjadi lemahlah kepemimpinan tersebut.
Apalagi jika kepemimpinan itu di tangan seorang penakut,
yaitu pemimpin yang takut kepada tekanan-tekanan dari luar dirinya.
Memang kedengarannya mudah mengembangkan kepemimpinan dalam kehidupan,
tetapi sebenarnya sulit juga, bukan?


Jakarta, 17 Februari 2003

(Kedaulatan Rakyat, 21 Februari 2003)


--
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."



[ Read More ]