Sebuah Cerita Tentang Cita-cita

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Masalah Retur SP2D dan Alternatif Penyelesaiannya Setelah SPAN Diimplementasikan

A. Overview Pada tahun 2011 total dana APBN yang dikelola oleh Kementerian Keuangan yaitu sebesar 1.230 Trilyun antara lain digunakan untuk menjalankan program-program pemerintah baik dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur/non-infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, belanja subsidi dan berbagai program pemerintah lainnya. Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) memperoleh kewenangan sebagai Kuasa BUN Daerah yang dibentuk untuk melayani tagihan-tagihan yang menjadi beban atas APBN dengan menerbitkan SP2D dengan dasar SPM yang diajukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam pencairan dana atas beban APBN, KPPN selaku Kuasa BUN daerah melaksanakan pengujian substantif dan formal atas SPM yang diterbitkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran. Apabila SPM yang diajukan lolos uji maka KPPN wajib menerbitkan SP2D yang berfungsi sebagai bilyet giro yang menjadi dasar bagi bank untuk mendebit sejumlah dana pada rekening milik BUN dan memindahkannya ke rekening pihak ketiga. Apabila SPM yang diajukan tidak lolos uji maka SPM tersebut akan dikembalikan kepada KPA dengan surat yang ditandatangani oleh kepala KPPN untuk dilakukan perbaikan atau melengkapi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Dalam pengujian SPM ini, KPPN tidak menilai kebenaran atas data pihak-pihak yang berhak menerima dana dari APBN, karena itu merupakan wewenang dari satker/KPA yang seharusnya mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian secara baik dan benar agar tagihan yang diajukan kepada negara telah benar-benar memenuhi persyaratan dan akan memudahkan pengujian-pengujian yang dilakukan oleh pihak lain. Dari kenyataan tersebut di atas, ternyata banyak timbul masalah saat SP2D diterbitkan dan diserahkan ke Bank Operasional (BO) dikarenakan banyaknya SP2D yang ditolak bank yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kesalahan penulisan nama pemilik rekening, nomor rekening, perbedaan antara nama dan nomor rekening, yang mengakibatkan bank menolak memindahbukukan dana atas SP2D tersebut ke rekening penerima sehingga terjadi retur SP2D. Bank hanya memindahbukukan dana sesuai dengan dokumen sumber yang diterbitkan oleh KPPN yaitu SP2D baik yang berupa hardcopy maupun softcopy. Pihak Bank dalam hal ini sangatlah ketat dan kaku akan aturan yang dijalankan. Bank tidak mempunyai toleransi akan kesalahan-kesalahan kecil pada nama, nomor rekening dan kepastian pencantuman kode wilayah bank. Retur SP2D ini tentu saja sangat merugikan pihak penerima dana, karena hal tersebut dapat menghambat proses pelaksanaan kegiatan, pencairan dan penyerapan dana APBN. Selama tahun 2011 penulis mendapatkan informasi bahwa jumlah retur SP2D yang dikembalikan ke Kas Negara pada akhir tahun anggaran lebih dari 800 Milyar Rupiah, yang berarti ada kegiatan/program senilai 800 Milyar rupiah ternyata tidak tersalurkan dananya sehingga menghambat proses pelaksanaan kegiatan. Adapun satuan kerja dalam hal ini mungkin tidak merasakan secara langsung dampak dari retur jika SP2D yang dicairkan tujuannya adalah kepada pihak ketiga, karena dalam Laporan Realisasi Anggaran, dana tersebut telah masuk dalam penyerapan anggaran dan mengurangi DIPA satker tersebut, akan tetapi apabila dilihat dari output pekerjaan, dana tersebut belum benar-benar tersalurkan. Untuk menyelesaikan masalah retur SP2D Ditjen Perbendaharaan telah mengeluarkan Peraturan Ditjen Perbendaharaan Nomor 74/PB/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian dan Penatausahaan Pengembalian (Retur) Surat Perintah Pencairan Dana. Dalam perdirjen ini disampaikan beberapa pokok aturan terkait penyelesaian permasalahan retur SP2D yang antara lain: a. pembayaran kembali dana retur SP2D yang belum disetorkan ke kas Negara dilakukan dengan penerbitan Surat Ralat SP2D (pasal 3 ayat 4 Perdirjen No. 74 tahun 2011) b. Pembayaran kembali dana retur SP2D yang telah disetorkan ke kas Negara dilakukan dengan penerbitan SPM/SP2D oleh Kuasa BUN (pasal 3 ayat 5 Perdirjen No. 74 tahun 2011) c. Pada akhir tahun anggaran dana retur SP2D di Rekening BO I/II/III/Pos wajib disetorkan ke Kas Negara pada bank/pos persepsi d. Dana Retur Sp2d pada rekening rr wajib mendapatkan jasa giro e. Rekening rr dibuka oleh kepala KPPN dan wajib menyampaikan pembukaan rekening kepada Direktur PKN
B. Permasalahan: Apabila semua satker menyampaikan ralat/perbaikan sesuai tenggat waktu yang ditentukan terkait SP2D yang diretur tentu saja tidak menjadi masalah. Masalahnya adalah apabila satker tidak mampu/ tidak bisa menyampaikan ralat/perbaikan secara tepat waktu. Dana yang harusnya menjadi hak penerima justru malah mengendap di rekening rr. Sedangkan untuk menarik dana dari rekening rr ke Kas Negara harus menunggu surat dari Direktur Jenderal Perbendaharaan, otomatis idle cash di rekening rr ini tidak bisa dimanfaatkan secara optimal dan tidak ada prosedur lebih lanjut terkait kapan tenggat waktu untuk menarik dana ini ke Kas Negara. Tidak ada pula aturan yang menyebutkan untuk memberi teguran/ punishment terhadap satker yang tidak menyelesaikan kewajibannya dalam penyelesaian retur SP2D ini. Lalu bagaimana jika nanti SPAN diimplementasikan? Adakah fasilitas atau aturan untuk menanggulangi terjadinya retur? C. Pembahasan Kesalahan-kesalahan yang membuat retur SP2D antara lain disebabkan oleh (i) Ketidakcocokan nama, (ii) Ketidakcocokan nomor rekening, (iii) Ketidakcocokan alamat, (iv) Ketidakcocokan nama bank/ kantor pos yang dituju dengan data rekeningBank/Kantor Pos Penerima, (v) Nomor rekening tutup, (vi) nomor rekening pasif, (vii) Nama bank bukan peserta kliring BI (viii) nama bank tidak tercantum, (ix) ketidakcocokan antara ADK (Arsip Data Komputer) dan hardcopy. Apabila ada internal control dan cross check data yang memadai di tingkat satuan kerja seharusnya kejadian retur SP2D ini bisa diminimalisir sehingga output kegiatan yang dibiayai oleh dana APBN hasilnya bisa tercapai dengan maksimal. Aturan di Perdirjen Nomor 74 Tahun 2011 belum bisa mengakomodir tentang kealpaan satker dalam menyampaikan ralat/perbaikan jika telah lewat waktu, serta aturan tentang pemindahbukuan secara terjadwal dana di rekening rr ke Kas Negara agar bisa dimaksimalkan pengelolaannya untuk menambah nilai guna dari idle cash tersebut sesuai dengan tujuan pengelolaan kas yaitu meminimalkan idle cash dengan penempatan dan investasi. Memang dalam perdirjen tersebut disebutkan bahwa dana di rekening rr mendapatkan jasa giro, tetapi menurut penulis akan lebih efisien jika dana tersebut segera dikembalikan ke Kas Negara guna menambah dana yang tersedia untuk membiayai program lainnya atau dimaksimalkan dalam investasi pemerintah lainnya. Untuk memberikan efek jera kepada satker yang tidak memberikan respon terhadap retur SP2D bisa dilakukan dengan cara memblokir/membekukan dana retur tersebut sehingga nantinya tidak bisa dimintakan kembali pembayarannya, tapi pemblokiran dana tersebut juga harus melihat sisi kegiatannya, jika kegiatannya adalah kegiatan prioritas maka akan diberikan toleransi berupa perpanjangan waktu penyampaian surat/perbaikan. Dalam SPAN ada beberapa usulan untuk penyempurnaan sistem settlement SP2D yang bisa digunakan sebagai alat untuk meminimalisir terjadinya retur. Dari modul yang penulis baca beberapa usulan tersebut yaitu (i) Database suppler yang saling terupdate antara satker dan Ditjen Perbendaharaan, (ii) mekanisme validata dan status rekening tujuan dengan bank/penyedia data perbankan, (iii) Sentralisasi perintah settlement transaksi SP2D dari direktorat PKN, (iv) Penyaluran dana langsung dari RPKBUN P yang sama dengan bank tujuan dan (v) settlement transaksi secara elektronik. Pengimplementasian SPAN yang banyak melibatkan infrastruktur IT diharapkan mampu mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia (human error). Namun sehebat apapun sistem yang dibangun, Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa BUN juga harus mengantisipasi adanya ancaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar jalannya sistem tidak terganggu. Penulis juga belum mendapatkan informasi terkait prosedur penyelesaian retur SP2D setelah SPAN diimplementasikan. Mengingat masih ada saja kemungkinan terjadi retur walaupun sistem yang dibuat untuk mencegah terjadinya retur sudah berjalan. Semoga saja sistem yang dibangun seperti data supplier yang reliable, validasi rekening dengan melibatkan perusahaan switching, Penyaluran dana melalui RPKBUN P bank yang sama dan transaksi elektronik bisa berjalan dengan baik dan lancar, sehingga kesempatan terjadinya retur bisa diminimalisir. D. Simpulan dan Saran Retur SP2D merupakan salah satu masalah dalam penyaluran dana APBN yang sampai saat ini masih banyak terjadi, meskipun indikasi penyebab terjadinya retur sudah bisa diketahui namun belum ada aturan baku yang bisa mencegah adanya kesalahan dalam SPM yang diajukan ke KPPN oleh satker. Mengingat nominal dana retur SP2D yang terjadi pada tahun 2011 cukup besar, maka perlu ada langkah konkrit untuk menerbitkan aturan resmi terkait pencegahan kemungkinan terjadinya retur yang sebagian besar kesalahan dilakukan oleh satuan kerja. Satuan kerja perlu melakukan cross check ulang data di SPM terutama terkait dengan data-data yang biasanya dapat menimbulkan retur. Implementasi SPAN dan fasilitas-fasilitas yang diusulkan sebagai upaya penyempurnaan sistem settlement SP2D juga harus segera dijalankan dan dimaksimalkan fungsinya untuk mencegah terjadinya retur. Perlu juga dibuat aturan mengenai penyelesaian retur apabila nanti SPAN sudah diimplementasikan, mengingat masih mungkin akan terjadi retur walaupun sistem sudah dijalankan secara optimal. Terkait dana retur di rekening rr perlu juga dibuat regulasi tentang jadwal waktu pemindahbukuan dari rekening rr ke kas negara agar kas yang mengendap di rekening rr dapat dikelola dengan maksimal.
[ Read More ]