Sebuah Cerita Tentang Cita-cita

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Renungan


2:216QS. Al Baqarah 216

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui."
[ Read More ]

Sebuah puisi ciptaan seorang sahabat


Sonet 1
Waktu-waktu semakin memburu
tak peduli dengan apa kesepian harus ditemani.
Takdir, semata bukanlah permainan dadu
Yang membawa engkau kepada pangkal mati.
Tunjukkanlah kepadaku gerimis paling manis
yang menerpa dedaunan kemalu-maluan.
Engkau yang sedang bermain dengan tangis,
Dapatkah kau cegah suatu kehilangan?

Aku takkan lagi menunggu
sebab waktu takkan pernah bersahabat
dengan segala sakit dan kelu
dengan segala jiwa yang telah sekarat.
Bila segala sesuatu ditakdirkan untuk mati
Ketahuilah, aku pernah menantimu di suatu sudut hati
ini.

Sonet 2

Bahkan sebelum tanggal, bunga adalah kuncup
sebelum mekar. Menanti waktu, mengukur
usia dalam tiap musim yang berteman dengan tiup
angin lelah, sebab cuaca sedang tidak akur.
“sebagaimana pepohonan, manusia bertumbuh”
demikian jelasmu terhadap usia yang semakin jenjang
semacam pohon melupakan biji lalu tumbuh
Kita telah sama meranum, menunggu senja menjelang.
Bahwa awan telah memberikan kesempatan
kepada langit untuk menangis
Aku mungkin bisa menunggu pepohonan
untuk terus tumbuh lagi berbuah manis.
Bukankah petang takkan pernah ingkar dengan malam
Serta zaman akan menunggu waktu menjadi silam?

Sonet 3
Adalah tahun-tahun yang menjadi penanda
bahwa waktu senantiasa berjalan menuju ke depan.
Kita terperangkap pada waktu yang berbeda
aku telah berlari sebelum engkau belajar berjalan.
Ketahuilah bahwa masa hanyalah masalah takdir
engkau yang menunggui mimpi, dengan apa akan
kusapa?
Maka, sejenaklah meletakkan angan, lalu lihatlah pasir
Bukankah dahulu ia batu besar yang sekeras kuarsa?
Dunia bukanlah tempat bagi mereka yang terus
mengharap,
mereka-reka tentang siapa takdir bagi kekasihnya.
“Apakah engkau akan terus berdiam, dalam dingin dan
gelap
serta usia yang kian berkarat menunggu batas senja?”

Bila tiap manusia mendapatkan jodoh yang
diinginkannya,
barangkali kebahagiaan takkan pernah ada dan dicipta

Sonet 4

Belajarlah menggapai ketulusan pada cahaya
yang takkan pernah berkhianat kepada penglihatan.
Kemudian, setialah kepada ruang—yang terus ada
menampung semua materi serta kehidupan.
“Adakah yang lebih tiris dari kemarau sesudah hujan?”
Engkau bertanya, seolah hidup adalah mimpi,
lalu kita akan terbangun pada suatu zaman
dimana kenyataan telah menunggu ditemani sepi.
Kali ini, sejenaklah peluk kesendirian itu
diantara dekapan tangan yang semakin longgar,
semakin kendur sebab kesendirian telah tau:
Ia akan terus sendiri sedang engkau akan berlayar.
Segala sesuatu akan terus datang lalu pergi,
engkau, bersiapkah menemani pada tiap sepi?

Barisan puisi di atas merupakan beberapa puisi karya M. Nurcholis, ia membaginya saat akan melangsungkan pernikahan




[ Read More ]